Kamis, 02 Desember 2021

SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR DI INDONESIA

 SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR DI INDONESIA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam

Yang Diampuh Oleh Bapak KH. TOYYIB MADANI, MA








Disusun Oleh:

AMAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NAZHATUT THULLAB

( IAI NATA) SAMPANG

2020





KATA PENGANTAR


Segala puji bagi allah yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah sehingga penulis diberi kesehatan dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang sejarah perkembangan tafsir di indonesia 

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi muhammad saw.Yang telah membawa manusia  dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah

Selanjutnya, penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak. KH. TOYYIB MADANI, MA. sebagai pengampuh yang telah membingbing dan mengarahkan penulis dan pemohonan maaf apabila penulis melakukan sesuatu yang tidak berkenang,

           Terakhir, keritik dan saran  dari pembaca selalu ditunggu oleh penyusun, karena penyusun menyadari makalah ini, jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan di sana sini, dan atas kritik dan saranya sesudah dan sebelumnya penulis ucapan terimakasih.


Sampang, 31 Oktober 2020

Penyusun

  AMAM






DAFTAR ISI


BAB I

PENDAHULUAN.

Rumusan masalah

Tujuan masalah

BAB I

Kondisi Riil Penafsiran al-Qur'an Pada Abad XIX

Produktivitas Penulisan Tafsir Pada Abad XIX

Corak dan Metode Tafsir abad XIX

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Implikasi

DAFTAR PUSTAKA




BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang 

Masalah Sejarah perkembangan Tafsir al-Qur'an dalam konteks Indonesia dapat ditelusuri dengan melacak sejarah masuknya Islam di Indonesia. Penerimaan masyarakat terhadap Islam otomatis menerima al-Qur’an, karena Islam tidak dapat dilepaskan dari sumber utamanya yaitu al-Qur’an. Namun karena al-Qur'an datang dengan bahasa Arab, tentu butuh penjelasan lebih lanjut untuk memberi pemahaman terhadap masyarakat yang asin dengan bahasa Arab. Penafsiran al-Qur’an di Indonesia merupakan upaya yang dilakukan untuk menjelaskan kandungan kitab suci al-Qur’an kepada bangsa Indonesia baik dalam bahasa nasional maupun dalam bahasa daerah, seperti bahasa Melayu, Jawa, Sunda, Bugis dan lain-lain yang disampaikan secara lisan maupun tertulis. Perkembangan penafsiran al-Qur’an di Indonesia jelas berbeda dengan yang terjadi di Arab tempat turunnya al-Qur’an sekaligus tempat kelahiran tafsir al-Qur’an. Perbedaan disebabkan perbedaan latar belakang budaya dan bahasa. Oleh karena itu, proses penafsiran al-Qur’an harus melalui penerjemahan ke dalam ke dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu kemudian diberikan penafsiran yang luas dan rinci. Oleh karena itu, proses tafsir di Indonesia lebih lama dibandingkan dengan tempat lahirnya. Tafsir al-Qur’an di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu pertama periode klasik, kedua periode pertengahan, ketiga periode pramodern, dan keempat periode modern hingga sekarang. Periode-periode ini berbeda dari periode perkembangan tafsir yang terjadi di timur tengah.1 Pada seminar kelas sebelumnya telah dibahas perkembangan Tafsir al-Qur'an di Indonesia pada periode klasik dan pertengahan. Oleh karena itu, tulisan atau makalah ini akan melanjutkan pembahasan perkembangan Tafsir al-Qur'an di Indonesia periode pramodern yaitu pada abad ke 19 M.

B. Rumusan Masalah 

Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka pokok masalah yang menjadi perhatian untuk diteliti lebih lanjut dalam kajian makalah ini adalah bagaimana perkembangan tafsir al-Qur’an di Indonesia pada periode pramodern/ abad XIX ? Dan untuk sistematisnya pembahasan penelitian ini, maka pokok masalah yang telah ditetapkan, dibatasi pada sub masalah sebagai berikut: 

1. Bagaimana Kondisi Riil Penafsiran al-Qur'an Pada Abad XIX? 

2. Sejauh mana Produktivitas Penulisan Tafsir Pada Abad XIX? 

3. Bagaimana metode dan corak tafsir di Indonesia Pada Abad XIX? 




BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Riil Penafsiran al-Qur'an Pada Abad XIX 

Pada abad ke-18 muncul beberapa ulama-ulama yang menulis dalam berbagai disiplin ilmu termasuk tafsir meskipun yang paling menonjol adalah karya yang terkait mistik atau tasawuf. Di antara ulama tersebut adalah Abd Shamad al-Palimbani, Muhammad Arsyad al-Banjari, Abd Wahhab Bugis, Abd Rahman al-Batawi dan Daud al-Fatani yang bergabung dalam komunitas Jawa.2 Karya-karya mereka tidak berkontribusi langsung kepada bidang tafsir, akan tetapi banyak kutipan ayat alQur’an yang dijadikan dalil untuk mendukung argumentasi atau aliran yang mereka ajarkan, seperti dalam kitab Sayr al-Salikin, yang ditulis oleh al-Palimbani dari ringkasan kitab Ihya ‘Ulum al-Din karya al-Ghazali.3 Namun memasuki abad ke-19, perkembangan tafsir di Indonesia tidak lagi ditemukan seperti pada masa-masa sebelumnya. Hal itu terjadi karena beberepa faktor, diantaranya pengkajian tafsir al-Qur’an selama berabad-abad lamanya hanya sebatas membaca dan memahami kitab yang ada, sehingga merasa cukup dengan kitab-kitab Arab atau melayu yang sudah ada. Di samping itu, adanya tekanan dan penjajahan Belanda yang mencapai puncaknya pada abad tersebut, sehingga mayoritas ulama mengungsi ke pelosok desa dan mendirikan pesantren-pesantren sebagai tempat pembinaan generasi sekaligus tempat konsentrasi perjuangan. Ulama tidak lagi fokus untuk menulis karya akan tetapi lebih cenderung mengajarkan karya-karya yang telah ditulis sebelumnya.4


Produktivitas Penulisan Tafsir Pada Abad XIX 

Pada abad ke-19, muncul sebuah karya tafsir yang menggunakan bahasa Melayu-Jawi yaitu kitab Farăidh al-Qur’an. Namun tidak diketahui siapa menulisnya (anonim). Naskah tafsir ini masuk dalam bentuk sederhana, nampak lebih sebagai artikel tafsir ,kerena terdiri dari dua halaman dengan huruf kecil, dan spasi rangkap. Naskah tafsir ini masuk dalam sebuah koleksi beberapa tulisan ulama Aceh yang disunting oleh Ismail bin ‘Abd al-Muthallib al-Asyi. Sekarang naskah ini tersimpan di Perpustakaan Universitas Amseterdam, dan diterbitkan di Bulaq.5 Pada abad yang sama dijumpai literatur tafsir utuh yang ditulis oleh ulama asal Indonesia Syekh Nawawi al-Bantani yang bernama lengkap Muhammad Nawawi ibn ‘Arabi a-Tanara al-Jawi ( 1813-1897 M). tafsir ini ditulis dalam bahasa Arab dan dicetak di timur tengah. Ada juga beberapa tulisan surah-surah dalam bahasa Arab yang dimuat di jurnal al-Manar pada edisi-edisi tahun pertama (1898) dari pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. 6 Sebagaimana yang tergambar diatas, bahwa satu-satunya karya Tafsir yang utuh ditulis pada abad ini adalah Tafsir Marah Labid Karya Nawawi al-Bantani. sehingga bisa dikatakan bahwa perkembangan tafsir di masa ini mengalami hambatan terutama di negeri Indonesia itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh kondisi umat Islam di Indonesia pada saat itu lebih berkonsentrasi dalam menghadapi kolonial atau penjajah dari luar. Tetapi bila ditinjau dari segi Tafsir Nusantara, kitab Marah Labid karya alBantani ini menunjukkan perkembangan penafsiran al-Qur'an yang sangat pesat dibanding kitab sebelumnya. Karya al-Bantani ini bisa dikatakan sangat maju di masanya, meskipun kitab tersebut tidak lahir di Indonesia, akan tetapi karena penulisnya adalah orang Indonesia tentu sedikit banyaknya pasti memberikan pengaruh terhadap corak penafsirannya terhadap al-Qur'an.


Corak dan Metode Tafsir abad XIX

Sebagaimana tergambar di atas, bahwa satu-satunya karya tafsir di abad ini adalah Marah Labid karya Nawawi al-Bantani, maka penulis memfokuskan corak dan metode Tafsir karya Nawawi al-Bantani pada tulisan ini. Berikut gambaran tentang pemikiran Tafsir Nawawi al-Bantani dalam karyanya Marah Labid; 

Defenisi Tafsir Pengertian Tafsir menurut Nawawi al-Bantani.

 Ungkapan” تفسريا  أحســـن و ” dalam surat al-Furqan ayat 3 dijadikan dasar oleh para ulama untuk mengungkap pengertian tafsir. Dalam kitabnya al-Nawawi memberikan penafsiran terhadap ungkapan tersebut dengan:

 أحسن بيانا و أقوى جحــة 

Jadi tafsir menurut imam Nawawi adalah keterangan mengenai ayatayat Alqur’an dan didasarkan dengan dalil-dalil terkuat. 7 sedangkan pengertian takwil menurut imam Nawawi mengatakan:

 وما يعلم تأ ويل المتشــابه حقيقة الا لله  

Dari tafsirannya tentang ta’wil beliau memberkan defenisi ta’wil yaitu tidak seorangpun yang mengetahui ta’wil ( ayat-ayat mutasyabih) secara sebenarnya kecuali Allah sebagaimana dijelaskan dalam tafsir surat Ali Imran. 8


Penamaan tafsir Marah Labid. 

Dalam sejumlah kamus baik yang ditulis sebelum abad ke-19 atau kamus yang dikarang sesudahnya. Kata Marah diartikan tempat yang biasa dipergunakan oleh sutu kaum untuk menjadi tempat keberangkatan dan kepulangan mereka secara bersama sama dalam suatu perjalanan. Sedangkan kata Labid sebelum abad 19 bisa berarti menempel, melekat, dan tidak dapat dipisahkan. Kata ini juga berarti burung yang kakinya terikat (bertengger ) di bumi, hampir tidak mau terbang, kalau tidak ada yang menghalaunya.9 

Kata al-marah dan al-labid merupakan kata benda, marah berarti tempat kepergian dan kepulangan suatu kaum, sedangkan labid berarti kelompok makhluk berakal atau lainnya yang tidak mau meninggalkan asalnya. Dengan demikian ungkapan marah labid dalam judul tafsir bila dihubungkan dengan kondisi dunia Islam pada abad ke 19 maka dapat dipahami bahw tafsir marah labid mencoba memberikan jalan keluar bagi masyarakat Islam yang masih kuat mempertahankan Islam tradisional.

3.  Tehnik Penulisan dan Metode Tafsir Marah Labid 

Ba hasa 

Nawawi menulis tafsirnya dengan menggunakan bahasa Arab. Penggunaan bahasa Arab ini tentu merupakan sebuah keistimewaan tersendiri karena dengan demikian ia bisa diakses oleh masyarakat internasional. Namun di sisi lain, bagi masyarakat Indonesia tafsir ini menjadi elitis, karena tidak semua masyarakat Indonesia menguasai bahasa Arab. Didin Hafiduddin bahkan menilai bahwa konsumen kitab ini bukan sekedar mereka yang memiliki kemampuan berbahasa Arab, tetapi sekaligus memiliki kemampuan memahami kaidah-kaidah bahasa tersebut.

Metode dan Tehnik Penulisan

 Metode yang digunakan Nawawi adalah metode tahlili, yakni metode penafsiran yang berusaha menerangkan arti ayat-ayat Al-Qur’an dengan meneliti semua aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, dimulai dari uraian makna kosa kata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, munasabah, dengan bantuan asbab nuzul, riwayat dari Rasul, sahabat, maupun tabi’in. Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per surat. Metode ini terkadang menyertakan pula perkembangan kebudayaan masa Nabi sampai tabi’in, terkadang pula diisi dengan uraian kebahasaan dan materi khusus lainnya. Para mufassir tidak seragam dalam mengoperasionalkan metode ini. Ada yang menguraikannya secara ringkas, ada pula yang menguraikannya secara rinci.

Secara tehnis, penulisan tafsir Nawawi dimulai dengan penulisan ayat demi ayat. Penulisan ayat tidak menggunakan nomor atau pun tanda akhir ayat. Adapun pemisah antar surat ditandai dengan penulisan basmalah, kecuali antar surat al-Anfal dan al-Tawbah--, disertai penjelasan tentang nama surat, kelompok Makkiyah/Madaniyah, dan jumlah ayat, kalimat, serta huruf. Pada surat-surat tertentu yang masih diperselisihkan Makkiyah/Madaniyah-nya, Nawawi selalu menuliskan “Makkiyah atau Madaniyah”, seperti pada surat al-Fatihah. Pada surat-surat tertentu, dimana sebagian ayatnya termasuk kelompok yang berbeda, Nawawi juga memberikan penjelasan, sebagaimana pada surat al-Tawbah dimana dua ayat terakhirnya Makkiyah, sekalipun al-Tawbah termasuk kategori Madaniyah.


Munasabah 

Dalam tafsir ini, Syekh Nawawi tidak banyak mengupas munasabah, bisa disebut sebagai salah satu kelemahannya. Sekalipun pada bagian tertentu ia menyinggung munasabah, tetapi sangat jarang sekali sehingga merupakan kesulitan tersendiri menemukan contohnya. Salah satu diantara yang dijelaskan munasabah-nya oleh Nawawi adalah Q.S. 2:6-7. Ayat tersebut (6) menurut Nawawi menjelaskan sifat orang kafir yang tidak mau beriman terhadap apa yang dibawa Rasul berupa AlQur’an, kemudian Allah menjelaskan penyebab mereka tidak beriman pada ayat berikutnya (ayat 7), yaitu karena Allah telah mengunci hati, pendengaran dan penglihatan mereka.

Rujukan Tafsir 

Dalam mengambil rujukan, Nawawi al-bantani mengambil rujukan pada kitab-kitab tafsir yang digunakan dan dijadikan kurikulum di Al-Azhar. Ada empat tafsir yang disebut Syekh Nawawi sebagai rujukan tafsirnya: 

Al-Futuhat Al-Ilahiyah.

  Kitab tafsir ini dikenal juga dengan Tafsir Jamal. Tafsir ini merupakan syarah dari tafsir Jalalain dengan menggabungkan metode manqul ( bi al-riwayah ) dan ma’qul ( bi al-Dirayah ). Menurut penulisnya tafsir ini diharapkan dapat mengangkat jalalain ke tingkat tafsir Al-Zamakhsyari, al-Kawasy, tafsir Qadhi Abd. Jabbar dan tafsir al-Razi.27 

Mafãtih Al-Ghaib 

Kitab tafsir ini juga dikenal dengan Tafsir al-Rãzi. Nama lengkap penulisnya Abu Abdullah Muhammad Ibn Umar Ibn Husain Ibn Hasan Ibn Ali Al-Tamimi. Tokoh ini dikenal dengan Ibn Khatib, bermazhab Syafi’ii, lahir tahun 433 H dan wafat pada tahun 606 H/1209. Tokoh ini berguru pada Dhiya al-Dhin Umar, Abu Muhammad al-Bughawi, dan termasuk murid dari imam al-Ghazali.

Menurut Al-Dzahaby, dalam tafsir ini terdapat munasabah antara surat/surat atau ayat per ayat. Perhatiannya terhadap sains dan filsafat cukup besar namun masih sesuai dengan ajaran ahlussunnah wal jamaah.29 Menurut Khalil al-Mais,muhaqqiq tafsir al-Razi, sebagaimana dikuip Asnawi, Tafsir al-Razi mengambil sumber dari kitab tafsir kaum mu’tazilah, seperti tafsir Abu Muslim al-Isfahani, Tafsir Qadhi Abdul Jabbar, dan tafsir al-Zamakhsyari , kutipan beliau terhadap terhadap pendapat-pendapat ulama mu’tazilah lebih utuk dikritisi dan memberikan pandangan berbeda terhadap dalil atau hujah mu’tazilah

Tafsir Abi al-Suudi 

Judul aslinya Irsyad al-Aql al-Salim Ila Mazaya al-Kitab al-Karim, ditulis oleh Abu al-Suud Muhammad ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mustafa al-Imadi, wafat tahun 982 H, dalam tafsirnya tokoh ini banyak mengungkap sisi balaghah, i’jaz, tidak banyak menuliskan cerita-cerita israiliyyat, dan tidak banyak memuat masalh-masalh fiqh. Menurut Abdul Qadir Ahmad Atha’, Tafsir Abi al-Suud bersumber dari gabungan tafsir al-Kasysyaf, dan Anwar al-Tanzil dengan tambahan dari hasil bacaannya terutama tafsir al-Wahidi.31 

Al-Siraj al-Munir 

Tafsir ini ditulis oleh Imam Syamsuddin Ibn Muhammad Ibn Muhammad alSyarbini, ia seorang tokoh Mesir bermazhab Syafii, wafat tahun 977 H/1569. Tafsir ini juga banyak merujuk pada tafsir Al-Razi. Dalam mencantumkan qiraat ia hanya menuliskan qiraat –qiraat yang mutawatir, menyebutkan hadits-hadits shaheh atau hasan , namun banyak juga mengutip kisah-kisah israiliyyat.32 Dalam merujuk tafsir-tafsir tersebut Syekh Nawawi al-Bantani sering kali mengutip secara lansung dengan ungkapan ..السعودي, ...., الرازي قال قال , dalam merujuk tafsirnya. Dengan demikian sumber-sumber yang digunakan dapat dilihat jelas dalam kutipan-kutipan tokoh ini.




BAB III

PENUTUP


Kesimpulan 

Berdasarkan pembahasan yang terkait dengan perkembangan tafsir di Indonesia di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Kondisi riil masyarakat Indonesia pada abad-19 tidak banyak memicu para Ulama dalam melakukan penafsiran terhadap al-Qur'an. Hal itu disebabkan konsentrasi mereka melakukan perlawanan terhadap kolonial atau penjajah. 

Produktifitas Tafsir al-Qur'an di masa itu secara kuantitas bisa dikatakan menurun bila dibandingkan masa sebelumnya. Namun secara kualitas mengalami peningkatan yang signifikan, karena sebelumnya penafsiran pada umumnya hanya penerjemahan al-Qur'an ke bahasa lokal masyarakat, baru pada masa ini penafsiran dilakukan secara tahlili dan sempurna 30 juz. 

Corak penafsiran pada masa ini bisa dikatakan bahwa kalau sebelumnya bersifat alamiah namun pada masa ini sudah bersifat ilmiah, karena penafsiran sudah dipengaruhi oleh pola pikir ulama-ulama tafsir Timur Tengah yang masyhur di masa itu. 

Implikasi 

Penelitian tentang perkembangan tafsir al-Qur’an di Indonesia termasuk periode Pramodern, sebelum dan setelahnya perlu mendapat perhatian khusus, karena erat kaitannya dengan khazanah keilmuan Islam masa lalu. Karya ulama-ulama lokal yang bertebaran di nusantara sangat penting untuk dikaji dan dipublikasikan untuk menambah wawasan tafsir Indonesia sebagai bentuk kearifan lokal.








DAFTAR PUSTAKA


Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudlu’i . Bandung: Pustaka Setia, 2002. 

Abdussabur Syahin, Tarikh al-Qur'an, Edisi terjemah: Ahmad Bachmid. Jakarta: PT.Rehal Publika, 2008.

Al-Razi, Tafsir Fakhruddin al-Razi, Tahqiq Khalil al-Mais. Asnawi,  Pemahaman Syaikh Nawawi Tentang Qadar dan Jabar pada tafsirnya Marah Labib. Jakarta: Disertasi, IAIN Jakarta, 1989.

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII-XVIII. Bandung: Mizan, 2004

Didin Hafiduddin, “Tafsir al-Munir karya Imam Nawawi Tanara” dalam Warisan Intelektual Islam Indonesia, ed. Rifa’i Hasan. Bandung: Mizan, 1987.

Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, Jilid III. Mesir: Dar al-Mishriyyah ,tt. 

Islah Gusmian , Khazanah Tafsir Indonesia. Jakarta: Teraju, 2002. 

Khalil al-Mais, Pengantar Tahqiq, dalam Al-Razi, Tafsir Fakh al-Razi. Bairut: Dar alFikr, 1990

L. Anthony H. Johns, Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian awal. (Melayu online.com: 11 Agustus 2008) 14:37 M. Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo: Maktabah Wahbah, 2000


MAKALAH TENTANG SEKARANG HAK ASASI MANUSIA

 SEJARAH HAK ASASI MANUSIA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Yang Diampuh Oleh Bapak ali fahmi M,Pd









 Disusun Oleh:

AMAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NAZHATUT THULLAB

( IAI NATA) SAMPANG )



  2021




KATA PENGANTAR


Segala puji bagi allah yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah sehingga penulis diberi kesehatan dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas  Sejarah hak asai manusia.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi muhammad saw.Yang telah membawa manusia  dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah

Selanjutnya, penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak. Ali fahmi M.Pd. sebagai pengampuh yang telah membingbing dan mengarahkan penulis dan pemohonan maaf apabila penulis melakukan sesuatu yang tidak berkenang,

           Terakhir, keritik dan saran  dari pembaca selalu ditunggu oleh penyusun, karena penyusun menyadari makalah ini, jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan di sana sini, dan atas kritik dan saranya sesudah dan sebelumnya penulis ucapan terimakasih.


Sampang, 23 Juni 2021

Penyusun



   AMAM  










DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

BAB II

PEMBAHASAN

Sejarah hak asasi manusia di dunia 

Sejarah hak asasi manusia di Indonesia

Sejarah hak asasi masusia pasca kemerdekan

Pengertian hak asasi manusia

BAB III

A.KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA







BAB 1 

PENDAHULUAN


LATAR BELAKANG

   Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh.Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. 

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia.Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan. 

RUMUSAN MASALAH

Apa yang di maksud dengan sejarah HAM di dunia ?

Apa yang di maksud dengan sejarah HAM di Indonesia ?

Bagaimana pengertian ham setelah pasca kemerdekaan ?

Apa pengertian dari HAM ?





BAB II

PEMBAHASAN

 Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM)

Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) di dunia Dunia barat (Eropa) paling dahulu menyuarakan HAM, dimana berdasarkan sejarah Hak Asasi Manusia, Inggris yang paling utama menyerukan. Tecatat di Inggris terdapat seorang filsuf yang mengungkapkan gagasan atau merumuskan adanya hak alamiah (natural rights), yaitu Jhon Locke pada abad 17. Sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia di dunia barat ditandai dengan tiga hal penting, yaitu Magna Charta, terjadinya revolusi Amerika dan revolusi Prancis.

Maghna Charta Liberium Inggris (1215) 

Sejarah telah mencatat bahwa inggris memberikan jaminan pada para bangsawan serta keturunannya yang tidak memenjarakan mereka sebelum melelui proses pengadilan. . Jaminan tersebut diberikan bukan tanpa alasan, tapi dikarenakan para bangsawan telah berjasa dalam membiayai kerajaan, sebagai bentuk balas budi, pihak kerajaan memberikan jaminan, yang dinamakan magnha charta liberium. Jaminan atau perjanjian tersebut dibuat pada masa raja Jhon tahun 1215 Masehi. 

Pada masa itu bangsawan meminta jaminan sebab kebanyakkan raja jaman dahulu bertindak sesuka hati, membuat hukum sendiri sedangkan raja kebal terhadap hukum. Hampir semua aturan yang dibuat menguntungkan raja. Meskipun Maghna Charta tidak berlaku untuk semua, atau dalam artian hanya untuk para bangsawan, akan tetapi kita tidak bisa memungkiri bahwa Maghna Charta merupakan tonggak awal perkembangan HAM di dunia.

Revolusi Amerika (Bagian Sejarah HAM 1776) 

Revolusi Amerika pada tahun 1776 merupakan peperangan rakyat Amerika melawan penjajah Inggris. Hasil revolusi ini adalah kemerdekaan Amerika pada tahun 1776 dari Inggris. Pada tahun yang sama amerika membuat sejarah dengan menegakan Hak Asasi Manusia, yaitu memasukannya aturan HAM kedalam perundangan negara. Hak Asasi Manusia di Amerika dalam perkembangannya lebih komplek dari pada HAM di Inggris. Bahkan HAM terus disuakan sampai saat ini baik oleh pemerintah maupun rakyat.

Revolusi Prancis (1789)

 Revolusi Prancis lebih populer dari pada revolusi Amerika, jika Amerika memerangi penjajah Inggris untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan, supaya bisa berdiri sendiri dan memiliki hak. Beda halnya dengan revolusi Prancis yang dilakukan rakyat memerangi rajanya sendiri, yaitu raja Louis XVI.Rakyat Prancis melakukan hal tersebut dengan alasan, bahwa sang raja bertndak sewenang – wenang terhadap rakyat dan memiliki sifat absolute.Revolusi Prancis setidaknya menghasilkan aturan tentang hak, yaitu hak atas kebebasan, hak atas kesamaan dan hak atas persaudaraan.


Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) di indonesia 

Hak Asasi Manusia di Indonesia dianggap sakral, diperjuangkan sepenuh jiwa, serta sangat sejalan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.Indonesia telah ikut bersama negara lain untuk memperjuangkan HAM, memasukan rasa kemanusian dalam perundangan, sebab hal tersebut merupakan fundamental.Pancasila sebgai dasar negara Indonesia sepenuhnya mendukung dan menjungjung tinggi penegakan Hak Asasi Manusia. Diawal kemerdekaan Indonesia, tokoh seperti Mochammad Hatta merupakan orang yang paling vocal dalam menyuarakan HAM.Indonesia dalam memperjuangkan haknya sebagai bangsa harus melewati beberapa fase, seperti halnya pembentukan organisasi. Organisasi yang didirikan tersebut mewadahi banyak orang dimana untuk merasa sadar bersama – sama memiliki hak – hak yang harus diperjuangkan dan dicapai.

Organisa – oraganisasi yang dibangun memperjuangkan hak – hak masyarakat dengan cara berbeda, namum pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama untuk menghapuskan kolonialisme di tanah Indonesia. Sehingga dengan begitu, masyarakat Indonesia dapat menjadi manusia yang seutuhnya karena hak kemanusiaannya terpenuhi.Sebagai contoh, Budi Oetomo memperjuangkan hak masyarakat dan kemanusian lewat petisi – petisi dan surat yang disampaikan kepada kolonial belanda waktu itu. Kemudian ada Sarekat Islam yang berusa memperjuangkan hak – hak kemanusiaan dan menghilangkan diskriminasi secara rasial.




Sejarah Penegakan HAM di Indonesia Pasca Kemerdekaan

Tahun 1945 – 1950 merupakan pasca lepasnya Indonesia dari Belanda serta secara sah telah merdeka. Pada masa ini Indonesia memperjuangkan HAM, yang berkutan dengan masalah – masalah kemerdekaan serta mengatur menyampaikan dan mengemukakan pendapat di muka umum. 

Tahun 1950 -1959, masa dimana HAM mulai berhasil tegak, ditandai banyaknya partai politik dengan ideologi masing – masing, serta pers memiliki kebebasan dalam menyampaikan fakta yang terjadi.

Tahun 1950 -1959, masa dimana HAM mulai berhasil tegak, ditandai banyaknya partai politik dengan ideologi masing – masing, serta pers memiliki kebebasan dalam menyampaikan fakta yang terjadi. 

Tahun 1966 – 1998, Masa dimana Presiden Soeharto menjabat 30 tahun lamanya, pada masa pemerintahan ini lebih bersifat defensif serta pers tidak diberikan ruang untuk bergerak. Di masa ini juga banyak tejadi pelangaran – pelanggaran HAM. 

Tahun 1998 – Sekarang, Masa dimana pasca revormasi, jatuhnya kekuasaan rezim Soeharto. Beruha mengkaji tindakan – tindakan yang telah dilakukan pada masa Orba, jangan sampaii terjadi lagi.Sejarah panjang penegakan Hak Asasi Manusia tidak akan pernah berakhir, meski penjajahan secara fisik sudahlah hilang dari muka bumi, namun bagaimana dengan penjajahan – penjajahan jenis lain? tentu hal tersebut harus kita lawan demi tegaknya hak asasi, supaya manusia bisa benar – benar hidup seutuhnya.Sejarah HAM telah mengajari banyak kepada kita, bahwa rasa kemanusian, kesamaan dan keadilan adalah sesuatu yang harus diperjungkan. Dari sejarah Hak Asasi Manusia ini kita tentu dapat belajar banyak, semoga kita bisa menjadi manusia yang utuh.

d. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) 

Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bahasa inggris human ringts dalam bahasa prsncis droits de i’homme jadi Hak asasi manusia adalah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak melekat pada dirinya karna ia adalah seorang manusia Hak asai manusia berlaku kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun, sehingga sifatnya universal. HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut, juga tidak dapat dibagi-bagi, saling berhubungan dan saling bergantung.

 Secara konseptual, hak asasi manusia dapat dilandaskan pada keyakinan bahwa hak tersebut ‘’dianugerahkan secara alamiah" oleh alam semesta, Tuhan, atau nalar. Sementara itu, mereka yang menolak penggunaan unsur alamiah meyakini bahwa hak asasi manusia merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat. Ada pula yang menganggap HAM sebagai perwakilan dari klaim-klaim kaum yang tertindas, dan pada saat yang sama juga terdapat kelompok yang meragukan keberadaan HAM sama sekali dan menyatakan bahwa hak asasi manusia hanya ada karena manusia mencetuskan dan membicarakan konsep tersebut. Dari sudut pandang hukum internasional, hak asasi manusia sendiri dapat dibatasi atau dikurangi dengan syarat-syarat tertentu. Pembatasan biasanya harus ditentukan oleh hukum, memiliki tujuan yang sah, dan diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis. Sementara itu, pengurangan hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat yang mengancam "kehidupan bangsa", dan pecahnya perang pun belum mencukupi syarat ini. Selama perang, hukum kemanusiaan internasional berlaku sebagai lex specialis. Walaupun begitu, sejumlah hak tetap tidak boleh dikesampingkan dalam keadaan apapun, seperti hak untuk bebas dari perbudakan maupun penyiksaan. 

e.  pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) menurut para ahli

  hak asasi manusia sudh memiliki cabang ilmu sendiri untuk mempelajarinya. Untuk itu ada beberapa pengertian hak asasi manusia dari para ahli yang mengemukakan cabang ilmu tentang hak asasi manusia. 

• HAM menurut Jhon Locke

 Hak asasi manusia adalah hak yang langsung di berikan Tuhan kepada manusia sebagai hak yang kodrati. Oleh sebab itu tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa mencabutnya. HAM memiliki sifat yang mendasar dan suci. 

• HAM Menurut Jan Materson Jan Materson 

adalah anggota komisi HAM di PBB. Menurutnya HAM adalah hak-hak yang ada pada setiap manusia yang tanpanya manusia mustahil hidup sebagai manusia. 

• HAM menurut miriam budiarjo 

HAM adalah hak yang dimiliki setiap orang sejak lahir didunia. Hak itu sifatnya universal,karna hak dimiliki tanpa adanya perbedaan. Baik itu ras, jenis kelamin, suku dan agama. 

• HAM menurut Prof. Koentjoro Poerbopranoto 

HAM adalah suatu hak yang bersipat mendasar. Hak yang dimiliki manusia sesuai dengan kodratnya yang pada dasarnya tidak bisa dipisahkan. 

• HAM menurut undang-undang nomer 39 tahun 1999 

HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai ciptaan tuhan yang maha esa. Hak tersebut merupakan anugrah yang wajib dilindungi dan dihargai oleh setiap manusia. Kesimpulan dari berbagai pengertian HM diatas adalah suatu kebutuhan mendasar yang harus dimiliki oleh manusia sejak dirinya dalam kandungan.






BAB III

PENUTUP


Kesimpulan

 HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.

HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM






DAFTAR PUSTAKA


 Asri Wijayanti 2008 Sejarah perkembangan, Hak Asasi Manusiahttp://kumpulanmakalhttps://makalahupdate.blogspot.com/2012/11/makalah-hak-asasi-manusia 

https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusiahttps://international.sindonews.com/read/13714 10/45/kasus-pelanggaran-ham-besar-internasional1547736836https://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/77617- lima-kasus-besar-pelanggaran-ham-di-indonesia. 

Wikipedia Indonesia. 2007. Hak Asasi Manusia. id.wikipedia.Org/wiki/HakAsasi Manusia26k.Diakses 02 Desember 2011 

Surbakti, K. (2018). FOSTERING OF FEMALE PRISONERS IN TANJUNG GUSTA PENITENTIARY OF MEDAN. PROCEEDING: THE DREAM OF MILLENIAL GENERATION TO GROW, 216-225.

 Surbakti, K., & Si, M. (2019). KAJIAN MENGENAI PENTINGNYA BASIS DATA BAGI SEKOLAH SAAT INI. JURNAL CURERE, 2(2).



Penulis  : Amam hanafi

SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR DI INDONESIA

 SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR DI INDONESIA MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam Yang Diampuh Oleh Bapak KH. TOYYIB M...